MATARAM, NTB – Pernyataan kontroversial Menteri Koordinator Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, dalam Rakernas Peradi di Bali mengundang gelombang protes dari organisasi advokat di seluruh Indonesia, termasuk Nusa Tenggara Barat (NTB). Dalam pernyataannya, Yusril menyebut hanya Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) yang diakui sebagai organisasi profesi advokat, sementara yang lainnya dianggap hanya sebagai organisasi masyarakat (Ormas).
Pernyataan ini memicu respons keras dari berbagai organisasi advokat (OA) di NTB. Sebagai bentuk solidaritas, para advokat NTB menginisiasi pertemuan di Ballroom Hotel Lombok Garden Mataram, Kamis (12/12/2024), untuk menyusun langkah-langkah strategis menghadapi pernyataan tersebut.
Rapat dipimpin oleh M. Ihwan, SH., MH., yang juga merupakan penggagas pertemuan. Ihwan menyebut pertemuan ini penting untuk mengakomodasi suara seluruh organisasi advokat di NTB. “Kami menggelar pertemuan ini untuk menyatukan sikap dan menyusun petisi penolakan terhadap pernyataan Menko Yusril, ” jelas Ihwan.
Abdul Hanan, Sekjen DPP Peradin sekaligus Ketua DPW Peradin NTB, menilai pernyataan Yusril tidak mencerminkan sikap seorang negarawan dan berpotensi memecah belah profesi advokat. “Pernyataan ini tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga melukai hati masyarakat dan advokat di Indonesia. Jika Menko tidak meralat ucapannya, lebih baik beliau mundur dari jabatannya, ” tegas Hanan.
Hasil dari pertemuan tersebut melahirkan tiga tuntutan tegas dalam bentuk petisi:
Pertama, Menko Yusril diminta meminta maaf secara terbuka melalui media massa.
Kedua, Menko Yusril harus meralat pernyataannya karena dianggap keliru.
Ketiga, Jika tidak ada tindakan, advokat NTB akan mendesak Yusril mundur dari jabatannya sebagai Menko Hukum dan HAM.
Petisi ini menjadi langkah awal advokat NTB dalam memperjuangkan pengakuan dan kesetaraan organisasi profesi advokat di Indonesia. “Kami tidak akan tinggal diam. Ini adalah perjuangan demi menjaga martabat advokat di seluruh Indonesia, ” tutup Ihwan.